Oleh : MT Gabita
Psikoday.id | Era Digital, dari hasil amatan dan analisis serta berkembang di berbagai dinamika sosial, terkesan sudah menjadi trending bagi oknum para kaum hawa dalam memilih pasangan, baik itu teman hidup atau suami maupun sebagai kekasih gelap.
Menurut data dan temuan dalam dinamika keseharian kehidupan sosial, umumnya secara Nusantara, ataupun juga di daerah-daerah tertentu, para oknum atau sekelompok wanita lebih cenderung memilih pasangan hidup adalah laki-laki masih beristri atau suami orang masih berstatus sah dalam ikatan pernikahan.
Dalam hal ini, dihimpun dari berbagai wacana, sudut pandang, pola pikir, serta suatu sifat kelompok orang tertentu, kenapa lebih memilih menjadi pendamping atau pasangan hidup alias suaminya berstatus laki-laki masih dalam ikatan pernikahan sah secara hukum negara?
Kenapa sang oknum wanita tidak memilih laki-laki berstatus tidak terikat pernikahan sah secara hukum negara? ini menarik untuk ditelusuri lebih dalam tentang daya ketertarikan dalam hal ini.
Apakah kelebihan, keistimewaan, keunikan, serta nilai spesial dari laki-laki atau pria berstatus suami orang dengan akal sehat dan penuh kesadaran oknum sekelompok wanita lebih berselera menjadikan teman hidupnya?
Mungkinkah dalam hal ini, faktor ekonomi sebagai pemicu utamanya, atau barangkali kesempurnaan fisik serta mudah juga untuk dijadikan azas manfaat?
Dari sisi ekonomi, lebih relevan dan logika ketika si wanita memilih pasangan hidup pria berstatus suami orang, karena ingin merubah hidup kearah yang lebih baik dan mapan secara ekonomi, sehingga terkadang tutup mata dalam mengambil keputusan hidup.
Menurut hasil temuan dilingkungan masyarakat, bahkan ada oknum si wanita rela meninggalkan suaminya yang sah dan tunggal miliknya demi mendapatkan suami orang dengan harapan lebih istimewa, padahal nomor 2 atau simpanan dimana berstatus siri secara hukum negara.
Hal ini sebenarnya menjadi tanda tanya besar bagi pasangan tersebut, apakah mereka buta hukum atau terkesan sengaja halalkan semua cara demi tujuan dan keinginannya.
Jelas diatur dalam Regulasi negara tentang perkawinan, semua aturan, kaidah, dan tata laksana ikatan suatu perkawinan atau pernikahan, dimana juga diatur sanksi hukum mengikat didalamnya, bagaimana ini semua menurut mereka?
Bersambung….**